My Clock

Rabu, 23 Februari 2011

Mengembalikan Peran Ibu


MENGEMBALIKAN PERAN IBU

oleh: arini retnaningsih


...lbu adalah sekolah yang jika engkau telah mempersiapkannya berarti engkau telah mempersiapkan suatu bangsa yang mempunyai akar-akar yang baik (M. Nashih Ulwan)

Belakangan kita sering dikejutkan dengan berbagai fenomena yang terjadi di kalangan anak-anak. Makin agresif, sulit diatur, dekat dengan kekerasan, bahkan tak sedikit yang terserat pergaulan bebas dan narkoba. Ada apa dengan anak-anak? Anak-anak kita adalah anak-anak yang sama dengan kita sewaktu masih anak-anak. Sama-sama memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, sama-sama selalu ingin meniru, dan sama-sama belum mampu membedakan mana realita, mana rekayasa.

Bedanya adalah lingkungan. Dulu tidak ada smackdown. Tak ada sinetron cengeng yang mengajarkan bunuh diri sebagai solusi. Tak ada film sadis yang penuh kekerasan. Dan terutama lagi, dulu kebanyakan kita masih didampingi ibu.

Ya, dulu ibu kita masih banyak punya waktu untuk mendidik, mengajarkan nilai-nilai kebaikan dan menunjukkan mana yang salah. lbaratnya kita masih memiliki perisai yang melindungi kita dari berbagai hal buruk yang terjadi di sekitar kita. Anak-anak sekarang kehilangan perisai itu.

Ironi Feminisme

Berkembangnya ide feminisme yang begitu pesat beberapa waktu terakhir ini, terasa pengaruhnya terhadap cara pandang masyarakat terhadap peran ibu. Peran ibu dianggap tidak produktif karena tidak menghasilkan materi. Bahkan beberapa pihak cenderung menganggap peran ibu mendomestikasi perempuan dan menempatkan perempuan dalam posisi inferior, tersubordinasi peran suami.

Padahal, fakta membuktikan bahwa peran ibu dalam pendidikan anak tidaklah tergantikan. Masa-masa 0-6 tahun bagi anak adalah masa keemasan pertumbuhan dan perkembangannya. Pada usia ini, otak anak terbentuk sampai 80 %, kecerdasan dan dasar-dasar kepribadiannya mulai terbentuk. Karena itu, masa ini membutuhkan pendampingan dari sosok yang intens mengikuti pertumbuhan dan perkembangannya, yang mampu memberikan stimulasi optimal dengan penuh kasih sayang.

Pembantu atau pengasuh bayi tentu jauh dari kriteria itu. Tempat Penitipan Anak atau kelompok bermain yang diikuti anak juga tidak dapat memberikan stimulasi optimal. Tempat ini dirancang untuk menangani banyak anak, sehingga kebutuhan individu anak akan kasih sayang tidak terpenuhi seperti bila ibu yang intens mengasuhnya. Kasih sayang adalah salah satu makanan otak, yang membuat otak berkembang optimal selain gizi dan stimulasi.

Pengasuhan dengan kasih sayang yang tulus juga dibutuhkan anak dalam perkembangan kecerdasan emosionalnya. Ketika anak merasa disayang, ia belajar untuk menghargai dirinya, menumbuhkan rasa percaya diri, kemampuan untuk berempati dan berbagi kasih sayang kepada orang lain.

Berbeda dengan anak yang kekurangan kasih sayang. Mereka cenderung mengembangkan perasaan negatif, merasa tidak diterima sehingga penghargaan terhadap dirinya sendiri rendah. Anak seperti ini akan cenderung menjadi anak tertutup, rendah diri dan menyimpan potensi gagal dalam kehidupannya.

Kasih sayang yang tulus dan berlimpah tentulah datang dari seorang ibu. Pemahaman yang utuh terhadap anak juga tentu datang dari ibu. Bila fungsi ibu terabaikan karena ibu harus keluar rumah, maka adakah fungsi ini akan tergantikan?

Pelajaran dari Tokoh

Thomas Alva Edison, tentu kita semua mengenal nama ini. Dia adalah penemu besar yang memiliki ribuan hak paten. Namun tahukah Anda bahwa dia hanya mengenyam dunia pendidikan formal selama 3 bulan?

Thomas Alva Edison dikeluarkan dari sekolahnya karena gurunya beranggapan ia terlalu bodoh untuk bersekolah. lbu Edison tidak mempercayai hal tersebut. Dengan gigih ia didik sendiri Edison di rumah. Apa yang dilakukannya tidak sia-sia. Edison menemukan potensi terpendamnya sebagai seorang peneliti. Usia 10 tahun, ia telah memiliki laboratorium pribadi.

Lebih dari apa yang didapat Edison bila bersekolah, ibu Edison mengajarkan juga keuletan berjuang dan kemandirian. Di usia begitu muda, Edison berjualan koran untuk membiayai sendiri penelitian-penelitiannya. Bayangkan apa yang terjadi bila ibu Edison bersikap sama dengan gurunya. Mungkin listrik akan terlambat ditemukan. Dan itu berarti penemuan penemuan yang terkait listrikjuga akan terhambat.

Ibu Imam Syafi'i mewakili perjuangan ibu dari tokoh-tokoh agama. Suaminya meninggal sebelum Imam Syafi'i lahir. la membesarkan Syafi'i sendirian. Memotivasinya untuk belajar. Usia 7 tahun Syafi'i sudah hafal Alquran. Guru-guru ia datangkan untuk mengajar Syafi'i, biarpun untuk itu ia harus bekerja keras untuk biaya belajar anaknya.

Tidak sedikit tokoh yang sukses karena peran seorang ibu di belakangnya. Mungkin nama para ibu ini tidak pernah tercatat dalam sejarah. Namun anak-anak mereka tercatat dengan tinta emas.

Dilematis

Berperan sebagai ibu ideal tentu adalah cita-cita seorang ibu. Mendampingi anak, mendidik mereka dengan baik dan mencetak mereka menjadi generasi unggul yang akan mewarisi negeri ini. Namun, ibu dihadapkan pada banyak tantangan.

Tantangan terbesar tentu faktor ekonomi. Banyak ibu yang terpaksa meninggalkan rumah untuk ikut menopang ekonomi keluarga. Gaji suami yang tidak memadai, sementara harga-harga kebutuhan yang makin melambung tinggi, membuat para ibu turun tangan ikut bekerja.

Kondisi ini membuat anak-anak tumbuh tanpa kontrol dan pendidikan yang tepat.Tidak ada yang peduli apa yang ditonton anak dan apa yang dilakukan anak bersama teman-temannya. Orangtua hanya bisa terkejut saat anak ketahuan terlibat masalah serius atau menjadi korban. Tawuran, narkoba, pergaulan bebas, atau kasus kriminal.

Tantangan kedua adalah pengetahuan ibu terhadap pendidikan anak. Berapa banyak ibu yang hanya tinggal di rumah namun tidak mampu mendidik anak dengan baik. la tidak mengenal potensi yang dapat dikembangkan pada anak dan bagaimana mengembangkannya.

Lebih parah adalah ibu yang bekerja clan sekaligus tidak mampu mendidik anak. Ibu-ibu semacam ini tidak memiliki target dalam mendidik anak. Anak dibiarkan seperti air mengalir terserah man jadi apa nantinya.

Kondisi ibu semacam ini tentu tidak bisa diharapkan dapat melahirkan generasi unggul. Pemerintah seharusnya memiliki kepedulian yang besar dalam masalah ini. Bukankah generasi unggul yang dapat melepaskan bangsa ini dari krisis yang terus membelit? Apakah kita akan bertahan dengan berbagai kerusakan yang melanda bangsa ini? Pepatah bahkan mengatakan bahwa pemimpin yang sukses adalah pemimpin yang berhasil mencetak pemimpin yang lebih baik.

Selama ibu masih harus disibukkan dengan mencari nafkah, selama ibu masih tidak memahami pendidikan anak, selama itu pula generasi unggul tidak akan lahir. Bangsa kita akan terus terpuruk tidak mampu bangkit.

Tugas pemerintah adalah menjamin agar ibu bisa menjalankan peran keibuannya dengan sempurna. Bukan malah mendorong ibu untuk bekerja keluar rumah, bahkan ke luar negeri dengan memberikan julukan PAHLAWAN DEVISA. Itu sama artinya negara ini tengah menjual masa depannya.


________________________________________________________________


“Sampaikanlah walaupun hanya satu ayat”
Jika ikhwan wa akhwat fiLLAH meyakini adanya kebenaran di dalam tulisan dan fans page ini, serta ingin meraih amal shaleh, maka sampaikanlah kepada saudaramu yang lain. Bagikan (share) tulisan/gambar ini kepada teman-teman facebook yang lain dan mohon bantuannya untuk mengajak teman-teman anda sebanyak mungkin di Media Islam Online, agar syiar kebaikan dapat LEBIH TERSEBAR LUAS DI BUMI INI....

Ikhwan wa akhwat fiLLAH juga bisa mentag pada gambar ini....

fans page Media Islam Online
http://www.facebook.com/MediaIslamOnline

grup Media Islam Online
http://www.facebook.com/group.php?gid=350321584229

twitter Media Islam Online
http://twitter.com/MediaIslamOnlen

Jazaakumullah Khairan wa Syukron Katsiiran 'Alaa Husni Ihtimaamikum.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ayo koment this...